27 Juni 2008

Wihara Vimala Marga, Terus Berbenah untuk Umat

MEDAN (SINDO) Suasana luar tampak sepi ketika SINDO mengunjugi Wihara Vimala Marga yang terletak di Jalan Lahat No 41, Medan, Jumat (27/6). Nuansa Tiongkok yang sangat kental terlihat dari wihara ini.

Samping kiri dan kanan pintu masuk Wihara Vimala Marga terukir gambar dua ekor naga di lengkapi aksara Mandarin di bagian atas pintu. Di atap wihara yang di topang oleh dua pilar naga di pasang patung naga terbang di sepanjang atap tersebut.

Ketika SINDO memasuki ruangan altar utama Wihara Vimala Marga, tampak seorang pria sedang melipat Ong Seng Ji, Kim Cua dan Gin Cua di sisi kanan altar. Kertas yang nantinya akan dibakar untuk para leluhur karena dipercaya sebagai uang kertas.

Di depan altar, pria yang lain juga tampak menyusun dupa serta membersihkan altar, tempat berdiri tegak patung sejumlah Dewa, diantaranya Patung Buddha Sidharta Gautama, Bodhisatwa Amithofo, Patung Dewi Kwan Im (Buddha Avalokiteswara) dan sejumlah patung lainnya.

Pendirian wihara ini awalnya mulanya digagas oleh Bhiksu Teh Tak Cin pada tahun 1935. Luas wihara yang termasuk salah satu wihara tertua di Medan ini juga awalnya hanya 345 meter persegi saja.

“Hingga kini, Wihara ini sudah beberapa kali direnovasi. Sekarang juga kami sedang memperbaharuinya,” ujar A Kien, 65, salah seorang pengurus Wihara Vimala Marga kepada SINDO, Jumat (27/6).

Dia menceritakan, renovasi pertama pada tahun 1940-an tersebut yaitu memperluas ukuran Wihara menjadi 966 meter persegi. Renovasi tersebut di buat karena jumlah umat yang semakin banyak sehingga tidak lagi dapat ditampung.

Pada tahun 1951, karena jumlah umat semakin membludak, maka pihaknya kembali memperluas Wihara Vimala Marga. Namun, perluasan kali ini dilakukan dengan mendirikan sebuah Wihara baru yang masih satu jalan dan jaraknya hanya sekitar 20 meter dari Wihara utama.

A Kien mengatakan bahwa, renovasi-renovasi tersebut sama sekali tidak merubah bagian depan dari Wihara. Pasalnya, pihaknya tetap ingin menjaga keaslian wihara yang sudah berumur lebih dari tujuh puluh tahun tersebut.

Namun, dia mengatakan bahwa jumlah umat yang hadir kini sudah mulai sepi. Hal tersebut mungkin karena jumlah Wihara di Medan ini yang semakin lama semakin banyak.

Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa pihaknya tetap saja terus melakukan renovasi. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga agar para umat tetap merasa nyaman saat beribadah di Wihara Vimala Marga.

Wihara Vimala Marga yang kedua, lanjutnya, kini sedang dibongkar dan dibangun kembali. Pasalnya, Wihara tersebut sudah bocor dan bangunannya juga sudah tampak tua dan layak direnovasi.

Mengenai jadwal kebaktian dan sekolah minggu di Wihara tersebut, A Kien mengatakan bahwa setiap Jumat Malam pihaknya menggelar kebaktian untuk orang tua dan setiap minggu pagi untuk anak-anak.

“Tetapi, sekarang mereka (anak-anak) tidak tahu lari kemana. Di saat liburan mereka tak tahu hilang kemana,” ujarnya.

Dia mengatakan, kini anak-anak datang ke wihara untuk mengikuti kebaktian merasa terpaksa karena kewajiban dari sekoalah. Seperti sekarang sedang liburan, sudah hampir sebulan mereka tidak pernah nampak.

Hendra, salah seorang warga yang sedang sembayang di sana juga mengatakui hal tersebut. Dia mengakui bahwa jika tidak di paksa, maka kedua anaknya tidak mau untuk bangun pagi dan pergi kebaktian di Wihara.

“Susah sekali memaksa mereka datang kebaktian. Tetapi, untungnya perlahan dijelaskan, mereka akhirnya mau juga ke Wihara,” ujarnya kepada SINDO.

Dia mengatakan, sebenarnya kebaktian minggu di Wihara merupakan hal yang baik. Oleh sebab itu, dia berharap agar para orang tua dapat menyarankan anaknya untuk ke Wihara setiap minggu. (richad yanato)

24 Juni 2008

Bulan Kathina, Bulan Persembahan Untuk Bhikhu

MEDAN (SINDO) Bulan Kathina merupakan bulan dimana kesempatan bagi para umat Buddha untuk melakukan persembahan kepada para Bhikhu Sangha. Bulan tersebut tiba setelah melewati Bulan Assadha (musim hujan) selama tiga bulan.

Setelah para Bhikhu Sangha melakukan pendiaman diri di dalam Wihara selama tiga bulan (masa vassa), maka para Bhikhu Sangha akan kembali mengembara menyebarkan ajaran Agama Buddha.

Oleh sebab itu, Bulan Kathina selama 30 hari tersebut merupakan bulan dimana para umat memberi sumbangan dana kepada para Bhikhu Sangha sebagai modal untuk kembali mengembara. Sumbangan tersebut dapat berupa makanan, jubah, obat-obatan ataupun dana.

“Biasanya para anggota Bhikhu Sangha akan dikumpulkan dalam satu wadah. Dimana nantinya disana para umat akan memberikan sumbangan mereka kepada para Bhikhu Sangha,” ujar penasehat sekaligus pendiri Cetya Manggala Bikkhu Uggadhamo kepada SINDO, Selasa (24/6).

Dia menjelaskan, trasisi persembahan di Bulan Kathina yang tahun ini akan tiba pada 15 Oktober tersebut merupakan tradisi yang telah digelar sejak ribuan tahun yang lalu. Dimana hal tersebut hingga kini masih tetap dijalankan.

Mengenai manfaatnya, Bikkhu Uggadhamo mengatakan bahwa para umat yang memberikan persembahan akan membawa dampak positif bagi mereka. Pasalnya, secara tidak langsung, mereka telah membantu para anggota sangha untuk menyebarkan ajaran Agama Buddha.

Hal senada juga disampaikan oleh Pembantu Ketua I Sekolah Tinggi Agama Buddha (STAB) Bodhi Dharma, Rudyanto Tan. Dia mengatakan bahwa memang hal tersebut secara tidak langsung telah menjadi kewajiban bagi para umat.

Hal tersebut, lanjutnya, juga sebagai syukuran setelah para anggota sangha telah menjalankan dan menyempurnakan masa vassa selama tiga bulan. Dimana selama itu dia tidak boleh keluar.

“Setiap tahunnya, kami pasti mengumpulkan para anggota sangha bersama di dalam satu wadah untuk melakukan upacara ini,” ujar pria yang juga menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Budshis Dharmmavihara kepada SINDO.

Mengenai waktunya, dia mengatakan bahwa tidak ada waktu yang pasti. Kapanpun, selama tiga puluh hari di Bulan Kathina, hal tersebut tetap dianggap sah. Jadi, tidak ada satu hari yang khusus untuk upacara tersebut.

Di negara lain, upacara ini berlangsung lebih meriah dibandingkan upacara Hari Raya Buddhis lain seperti Magha Puja, Waisak dan Asadha. Pasalnya, terdapat sesuatu yang khas pada upacara persembahan Kathina. (richad yanato)

Bahasa Mandarin Dibutuhkan di Era Global

MEDAN (SINDO) Dalam rangka menghadapapi era globalisasi, bahasa merupakan salah satu kemampuan yang harus dikuasai. Pasalnya, tanpa bahasa, masyarakat tidak akan bisa beradaptasi dan berkomunikasi dengan orang-orang luar yang mungkin akan masuk.

Bahasa Mandarin merupakan bahasa Internasional kedua setelah Bahasa Inggris. Bahasa Mandarin bagi sebagian orang, khususnya warga Tionghwa kini menjadi sesuatu yang wajib dikuasai.

Namun, karena keterbatasan informasi dan tidak diajarkan di rumah, sebagian besar masyarakat Tionghwa yang berusia dibawah 50 tahun sudah tidak bisa menguasai bahasa Mandarin. Masyarakat Tionghwa kebanyakan menggunakan bahwa hok kian sebagai bahasa sehari-hari dibandingkan Bahasa Mandarin.

Melihat permasalahan tersebut, kini banyak bermunculan kursus-kursus yang menyediakan jasa belajar Bahasa Mandarin. Dan sejak tiga tahun belakangan ini, kursus seperti itu sudah menjamur.

Pusat Pendidikan Profesi Cinta Budaya, merupakan salah satu kursus yang memfokuskan diri pada pelajaran Bahasa Mandarin. Kursus yang terletak di Jalan Thambrin tersebut telah beroperasi selama satu tahun lebih.

Ketua Yayasan Pusat Pendidikan Profesi Cinta Budaya Arwei mengatakan bahwa tujuan pihaknya membuka kursus tersebut karena ingin berpartisipasi dalam meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dari segi ilmu pengetahuan maupun daya saing globalisasi.

“Jika SDM sudah baik, maka dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, akan tercapai dengan baik, hal ini sesuai dengan cita-cita bangsa,” ujarnya kepada SINDO, Senin (23/6)

Dijelaskanya, kursus ini diasuh dengan tenaga pengajar professional, yaitu guru yang didatangkan langsung dari China. Disamping itu, pihaknya juga memberikan pengajaran Bahasa Mandarin dengan menggunakan fasilitas multi media sehingga para pelajar dapat mudah memahami bahasa mandarin.

Mengenai sekmen pasar yang datang, dia mengakui memang lebih banyak dari etnis Thionghwa. Namun, ada juga sebagian dari masyarakat pribumi. Mereka berasal dari berbagai profesi,seperti anak sekolah, mahasiswa dan juga karyawan swasta.

Selain kursus, kini sejumlah sekolah juga telah menyediakan pelajaran Bahasa Madarin bagi siswanya, misalnya Methodist 2 Medan. Sejak beberapa tahun lalu, sekolah yang terletak di Jalan MH Thambrin telah memasukkan pelajaran tersebut ke dalam roster mata pelajaran.

“Untuk tingkat SMP sudah hamper berjalan 4 tahun, sedangkan SMA baru berjalan dua tahun,” ujar Waka III perguruan Methodist 2 J Manurung kepada SINDO.

Dia mengatakan, hal tersebut awalnya dimasukkan sebagai pelajaran karena tuntutan dari dunia luar yang membutuhkan genarasi muda yang juga dapat mengusai lebih dari satu bahasa. Namun, sejak dua tahun lalu, Bahasa Mandarin memang sudah menjadi salah satu pelajaran yang masuk dalam kulikurum yang ditetapkan pemerintah.

Selain sekolah, para anak-anak juga diberi pelajaran mandarin secara gratis setiap minggunya di sejumlah Wihara. Selain diajarkan Agama, mereka juga di didik untuk mengerti tentang bahasa.

“Setiap hari minggu, kami memberikan les Mandarin bagi siapa saja yang berminat,” ujar Ik Chang, salah satu pengurus Wihara Metta Jaya kepada SINDO.

Dia mengatakan, program tersebut sudah berlansung sejak beberapa tahun yang lalu. Hal tersebut dimaksudkan agar para anak yang datang juga dapat mengerti tentang Bahasa Mandarin.

Pasalnya, menurut survey mereka, banyak anak-anak Tionghwa yang sama sekali buta dengan Bahasa Mandarin. Hal tersebut dikarenakan orang tua mereka tidak pernah menggunakan Bahasa Mandarin dalam kehidupan sehari-hari. (richad yanato/ismail marzuki)

Mengintip Sekolah Minggu Di Wihara Maitrea

MEDAN (SINDO) Sekolah minggu merupakan salah satu ajang bagi para anak dan remaja untuk lebih mengenal ajaran agama. Pasalnya, di hari biasa, para anak terkadang sibuk dengan aktifitas mereka masing-masing.

Minggu (22/6) pagi, SINDO berkunjung ke Wihara Maitrea yang terletak di Jalan Cemara Asri Kompleks Cemara Asri Boulevard Utara, Medan. Lantai pertama wihara tersebut diramaikan oleh para orang tua dan remaja yang hendak melakukan sembayang disana.

Ketika SINDO ke lantai dua Wihara Maitrea, terlihat sekitar seratus anak-anak sedang asik melakukan aktifitas disana. Mereka dibimbing oleh dua orang pembina yang sedang menceritakan cerita seputar Agama Buddha kepada mereka.

Ternyata, anak-anak tersebut merupakan anak didik Badan Sekolah Minggu (BSM) Wihara Maitrea. Dimana setiap minggu anak-anak dikumpulkan bersama dan diajak ke wihara untuk belajar tentang Agama Buddha.

“Setiap minggu, dari jam sembilan sampai dua belas anak-anak selalu dididik disini,” ujar Korda IV BSM Chen Ting Ren sambil mengatakan bahwa kegiatan tersebut baru berlangsung sekitar beberapa bulan saja.

Meskipun demikian, dia mengaku bahwa dari segi jumlah, pihaknya sangat senang. Pasalnya, meskipun baru beberapa bulan, jumlah anak yang hadir sudah lebih dari seratus anak.

Dari sini, lanjutnya, terlihat bahwa orang tua juga perduli dengan moral anaknya. Mereka rajin membawa anak mereka untuk mengikuti sekolah minggu. Pasalnya, fungsi orang tua memang adalah mendidik anak menjadi seorang yang bermoral dan dapat mengamalkan Dharma sesuai dengan ajaran Sang Buddha.

Dia mengatakan, tujuan sekolah minggu tersebut adalah dalam rangka membentuk dan membimbing anak menjadi generasi bangsa yang bermoral. Hal tersebut sejalan dengan pembangan masyarakat yang kini mengabaikan nilai-nilai moral dan ketuhanan.

“Terlihat dari banyaknya anak yang moralnya telah rusak. Sehingga mereka melakukan hal-hal yang dapat merugikan orang lain,” ujarnya.

Melalui pendidikan Dharma seperti ini, pihaknya berharap anak-anak dapat memahami dan menerapkan ajaran Buddha yang welas asih terhadap seluruh makhluk hidup.

Rita, 46, salah satu orang tua anak sekolah minggu mengatakan bahwa dirinya senang memberikan anaknya masuk ke dalam sekolah minggu. Pasalnya, sifat anaknya yang dulu bandel, tetapi sejak dimasukkan ke dalam sekolah minggu dua bulan lalu, perlahan mulai berubah.

“Anak saya juga dididik untuk makan masakan vegetarian,” ujarnya sambil mengatakan bahwa masakan vegetarian merupakan hal yang positif dan dapat menyehatkan tubuh.

Selain itu, lanjutnya, anaknya anaknya juga diajarkan tentang pelajaran sekolah serta bahasa mandarin. Oleh sebab itu, dirinya tidak menyesal dan sangat senang anaknya dapat ikut dalam kegiatan sekolah minggu. (richad yanato)

22 Juni 2008

Polisi Bekuk Warga Pembawa Ganja ½ Kg

MEDAN (SINDO) Sejumlah aparat kemanan dari Poltabes Medan menangkap seorang wanita, warga keturunan Tionghwa yang kedapatan membawa ganja di Jalan Brig Jend Katamso Gang Saudara, Medan, Minggu (22/6). Wanita tersebut ditangkap bersama supirnya yang berada di dalam Mobil Panther Hitam BK 1691 FI sekitar pukul 17.30 sore.


J Silaen, Anggota pos Polisi Kampung Baru, Polsek Medan Kota mengatakan bahwa tersangka ditangkap dengan barang bukti berupa setengah kilogram narkoba. Namun, dirinya tidak memberikan informasi banyak.


“Kami hanya disuruh menjaga jalanan. Langsung saja ke Poltabes Medan untuk informasi lebih lanjut,” ujarnya kepada SINDO, Minggu (22/6).


Tersangka bersama supirnya sempat dikurung selama hampir dua jam lebih di Pos Polisi Kampung Baru. Pasalnya, kunci mobil tersangka hilang dan tidak ditemukan. Setelah kunci ditemukan sekitar pukul 20.00 WIB, akhirnya tersangka dibawa ke Sat Narkoba Poltabes Medan dengan mobil Kijang plat merah BK 1923 P.


Ance, salah satu saksi sekaligus warga Jalan Brig Jend Katamso Gang Saudara kepada SINDO mengakui bahwa terjadi penangkapan di kawasannya. “Tadi sekitar pukul setengah enam, ada seorang wanita yang tidak kami kenal masuk ke dalam gang. Tetapi, setelah dia jalan keluar gang, dia digapit dua orang laki-laki,” ujarnya.


Dia mengatakan bahwa, berdasarkan informasi dari polisi, wanita tersebut merupakan warga Kampung Lalang dan ditangkap karena membawa shabu-sabu. Hal tersebut dipastikannya karena pihak kepolisian menunjukkan barang bukti berupa satu bungkus plastik sabu-sabu kepada mereka.


Ketika hendak dikonfrimasi ke pihak Sat Narkoba Poltabes Medan, seorang anggota polisi yang tidak menyebutkan namanya mengatakan pihaknya belum bisa memberikan penjelasan. Pasalnya, kasus tersebut masih dalam tahap pengembangan dan mereka masih mengincar tersangka lainnya.


“Kami belum bisa memberikan informasi. Tunggu saja, kini sedang dalam tahap pengembangan. Nanti pasti kami beritahukan informasinya,” ujarnya. (richad yanato)

65 Orang Ikuti Meditasi Vipassana

MEDAN (SINDO) Sebanyak 65 umat Buddha dari Medan dan sekitarnya mengikuti latihan Meditasi Vipassana yang digelar oleh Vihara Kassapa. Meditasi yang digelar dari 22 – 29 Juni 2008 tersebut digelar di Vihara Kassapa yang terletak di Desa Salapian, Tanjung Langkat.


“Seperti tahun-tahun sebelumnya, meditasi kali ini akan dipimpin langusung oleh YM Bhikkhu Jinnadhammo Maha Thera didampingi sejumlah anggota Sangha lainnya,” ujar Ketua Panitia Hartini kepada SINDO, Minggu (22/6).


Dia mengatakan, jumlah peserta kali ini lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Di tahun lalu, jumlah peserta hanya mencapai sebanyak 40 peserta saja, namun kali ini jumlahnya lebih banyak.

Mengenai tujuan bermeditasi, Hartini menjelaskan bahwa meditasi dimaksudkan untuk mencapai ketenangan batin dan mendapatkan pikiran yang tenang dan jernih. Dengan ketenangan batin, semua yang dikerjakan dan keputusan yang diambil akan lebih bijaksana.


Delon, Humas Acara mengatakan alasan jumlah peserta kali ini lebih banyak mungkin dikarenakan pelatihan kali ini diadakan para bulan Juni. Pasalnya, di tahun sebelumnya, bisanya mereka menggelar acara tersebut pada bulan Desember.


“Karena di akhir tahun sebagian orang ke luar kota atau luar negeri, jadi kami tahun ini kami mengadakannya pada pertengahan tahun,” ujarnya kepada SINDO.


Mungkin karena itu, lanjutnya, peserta kali ini jumlahnya bias lebih tinggi. Kami berharap, mereka nantinya setelah selesai bermeditasi, mereka dapat mempraktekknya sendiri di rumah. (richad yanato)

Melatih dan Menenangkan Batin Melalui Meditasi

MEDAN (SINDO) Bagi sebagian orang, meditasi merupakan sarana untuk meredakan stress, menjaga kesehatan, mencari harmonisasi dalam kehidupan hingga mencari kekuatan atau kesaktian. Namun bagi umat Buddha, mempelajari atau mealatih meditasi merupakan salah satu pelaksanaan Ajaran Sang Buddha yang penting.


Dalam lingkungan masyarakat Buddhis, dikenal cukup banyak metode meditasi, misalnya meditasi visual, meditasi mandala, meditasi dengna suara, meditasi kontemplasi, meditasi transcendental hingga meditasi vipassana.


“Orang terkadang bingung dengan banyaknya teknik meditasi. Namun, sebenarnya mereka tidak perlu bingung. Pasalnya, semua teknik meditasi memiliki manfaat yang berbeda,” ujar Pembina Vihara Sukong Jinamarga Thien Shang kepada SINDO, Minggu (22/6).


Oleh sebab itu, dia mengatakan orang sebaiknya menentukan terlebih dahulu tujaun dirinya bermeditasi. Dengan mempunyai dasar tujuan yang jelas, maka teknik meditasi dapat dipilih sendiri.

Dijelaskannya, jika seseorang ingin terbebas total dan penerangan batin sepenuhnya, dapat menggunakan meditasi Vipassana. Pasalnya, meditasi ini merupakan proses pemurnian diri melalui pengamatan diri sendiri.


“Meditasi Vipassana dapat dimulai dengan mengamati pernafasan alamiah untuk memusatkan pikirannya. Meditasi ini mengarah pada sasaran religius tertinggi yaitu pembebasan total dan penerangan batin sepenuhnya,” ujarnya.


Dilanjutkannya, meditasi ini bukan dimaksudkan untuk menyembuhkan penyakit jasmani, tetapi pemurnian batin, memperoleh kedamaian serta penyembuhan psikosomatik. Melalui praktek yang terus-menerus, meditasi vipassana dapat mengurangi ketegangan-ketegangan yang menumpuk dalam kehidupan sehari-hari.


Mengenai prinsip meditasi ini, dia mengatakan bahwa prinsip utamanya adalah mengamati segala proses mental atau fisik yang paling banyak dilakukan saat itu. Individu hanya mengamati, tidak mengubah, membasmi atau menghancurkan apapun.


Thien Shang mengatakan, tiga pantangan dalam meditasi ini adalah tidak boleh melakukan perbuatan yang dapat mengganggu kedamaian dan keharmonisan orang atau makhluk lain, baik secara jasmani maupun ucapan.


Disamping itu, peserta juga harus mencapai beberapa penguasaan atau pengendalian terhadap pikiran yang mengganggu dengan cara melatih pikiran pada satu obyek, dimana dalam hal ini adalah nafas. Serta yang terakhir adalah pemurnian pikiran dari kekotoran-kekotoran dengan mengembangkan pandangan terang.


Untuk tekniknya, dia menjelaskan bahwa meditasi yang disebut meditasi kedasaran ini menggunakan 4 sikap tubuh yang berbeda saat mempraktekkannya, yaitu dengan berjalan, berdiri, duduk dan berbaring. Dimana peserta harus sepenuhnya membangun kesadaran setiap saat dalam kondisi apapun.


“Sikap utama tubuh dalam meditasi kesadaran adalah duduk bersila dengan punggung tegak. Tapi umumnya sebagian orang sulit duduk berjam-jam tanpa merubah posisi,” ujarnya.


Oleh sebab itu, dia berharap bahwa orang-orang yang hendak melakukan praktek meditasi dapat terus berlatih dan berlatih. Pasalnya, keberhasilan meditasi tidak akan dapat tercapai hanya dengan sekali saja.


Asnah, salah satu umat Buddha yang juga melakukan praktek meditasi mengatakan bahwa sejak dua tahun belakangan ini dirinya selalu melakukan meditasi. Meditasi tersebut dilakukan setiap pagi hari selama lebih kurang setengah jam.


“Rata-rata setiap pagi saya melakukannya. Sudah hampir dua tahun belakangan ini saya memperaktekkan meditasi,” ujarnya kepada SINDO.


Dia mengakui, dengan dilakukannya praktek meditasi ini, pikirannya merasa lebih tenang. Pasalnya, setelah meditasi, segala beban pikiran dan masalah akan terasa lebih mudah untuk diselesaikan. (richad yanato)